Senin, 01 Agustus 2011

mencari orang hilang

Kehilangan anggota keluarga atau pasangan hidup, tentu merupakan kesedihan tersendiri. Apalagi kepergianya secara tiba-tiba dan tidak diketahui rimbanya. Upaya pencarianya, bisa melalui orang terdekat, mengumumkan di media massa, lapor polisi. Bahkan pergi ke paranormal, dukun, spiritualis, dan balian pun di tempuh.
Kepercayaan adanya kekuatan lain di luar diri manusia yang mampu melakukan segala hal, akan mendorong lahirnya bentuk ritual, pemanggilan orang hilang tentunya, meski dizaman modern seperti ini. Kata pakar antropolog.
Ada beberapa cara atau ritual yang diyakini bisa mengembalikan pasangan.
PUTER GILING
Puter giling dikenal dalam khasanah mistik jawa. Ritual ini, biasa dilakukan dalam konteks keyakinan yang hilang atau minggat masih dalam keadaan hidup.

JARAN GOYANG
Ini biasanya dilakukan oleh orang – orang yang tiba-tiba oleh pasangan hidupnya. Seseorang suami atau istri tak segan-segan menggunakan ajian jaran goyang atau semar mesem untuk mengembalikan pasangan.

MUJAHADAH
Mujahadah berasal dari kosakata islam, jahada yang berarti “tunjukan”. Dengan muja-hadah, kita berharap akan mendapat petunjuk Nya akan keberadaan orang yang hilang. Mujahadah itu sendiri paling afdol dilaksanakan pada malam jum’at kliwon atau malam jum’at wage. Biasanya, jika tidak dapat dilaksanakan sendiri, maka bisa minta bantuan orang lain yang mampu melakukanya. Dengan demikian, orang yang kehilangan anggota keluarga atau pasanganya tinggal menyebut nama, umur, jenis kelamin, dan ciri-ciri fisik orang hilang.
Namun jika ingin hasil yang maksimal, agar dalam bermujahadah menyertakan benda kesukaan orang yang minggat. Tujuanya untuk memancing atau mengiming-iming agar segera kembali.

ROH
Yang dimaksud dengan roh disini adalah roh yang minggat. Tetapi, cara ini harus ada seseorang yang bersedia “ketempatan” atau menjadi semacam “wadah” sementara roh itu sendiri. Istilahnya menjadi mediatornya. Jika keluarga tidak sanggup menjadi mediator roh orang yang minggat, maka biasanya si spiritualis yang bersangkutan akan merangkap sebagai mediator.
Pada saat roh orang yang hilang berhasil dipanggil dan merasuk mediatornya, keluarga yang kehilanggan bisa bertanya secara langsung tentang lokasi keberadaanya atau faktor yang menyebabkan orang itu minggat. Namun yang terpenting dari semuanya ini adalah memintanya agar lekas kembali. Agar mudah, sebaiknya diiming- iming oleh benda kesukaan.
Uniknya, sang mediator ketika kerasukan roh orang yang minggat, akan bertingkah laku dan tiba-tiba memiliki suara yang persis dengan orang yang hilang tersebut. Dan biasanya roh orang yang hilang akan berkata sejujurnya, mengenai lokasi dan penyebeb dia minggat. Mereka biasanya menyatakan bersedia atau tidaknya kembali dengan sendirinya. Tergantung kita pintar-pintarnya keluarga dalam merayunya.
Setelah mediator kerasukan roh orang yang minggat, anggota keluarga sebaiknya memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Sebab bila tidak berkenan, roh tersebut akan mendadak pergi. Itu sebabnya, si penanya tidak boleh mamarahi atau menyalahkanya. Karena akan menyinggung perasaanya. Lakukan dengan baik dan tenang, agar mudah dideteksi dan mudah diminta kembali.
Meski rohnya diambil, orang yang minggat tidak akan merasakanya. Jika memang berkehendak pulang tiba-tiba nalurinya ingin pulang. Begitu sebaliknya. Namun jika berkehendak pulang akan menyebutkan kapan waktunya. Hasilnya pasti sesuai.

CELANA DALAM
Orang hilang dapat diusahakan dengan bantuan celana dalam. Salah satu tempat yang digunakan ritual tersebut adalah di Punden Watu Dukun atau Watu Kecrot, Pantai Karanggongso, Trenggalek Jawa Timur. Mereka yang kehilangan akan melakukan pemanggilan secara gaib dengan menggunakan celana dalam dari orang yang minggat.
Sudah sejak lama Watu Dukun dijadikan tempat olah spiritual dalam pemanggilan orang – orang kalap (hilang atau tenggelam dilautan). Dengan melakukan ritual di punden itu kita bisa meminta penguasa laut selatan untuk mengembalikan mereka yang tenggelam. Dan biasanya beberapa hari setelah ritual mereka yang tenggelam akan ditemukan jasadnya.
Legenda setempat menyebutkan, Watu Dukun merupakan pertapaan tokoh legendaris dari Kerajaan Mataram, Raden Yudho Negoro yang konon beristrikan penghuni gaib laut selatan yang membawahi pantai Prigi dan sekitarnya, Puteri Andong Biru atau Puteri Gambar Inten.
Dalam perkembanganya, Watu Dukun tidak hanya dimanfaatkan untuk ritual mengembalikan orang – orang kalap. Tetapi juga untuk orang yang minggat. Persyaratanya adalah barang pribadi dari orang yang hilang tersebut. Barang pribadi diibaratkan sebagai simbol dari sosok yang pergi. Ritual ini akan lebih mantap bila barang pribadi itu adalah celana dalam. “Sebuah celana dalam pasti akan dipakai oleh pemiliknya. Sangat tidak mungkin kalau kemudian celana dalam itu dipakai bersama-sama. Apalagi yang memilikinya adalah seorang perempuan. Bekas – bekas darah menstruasi dimungkinkan masih tersisa, meski telah di cuci bersih, dan hal ini semakin mewakili dari sosok orang tersebut”. Demikian di katakan sesepuh Pantai Karanggongo, mbah setu.
Dengan celana dalam, jiwa orang yang hilang akan diikat dan ditarik secara gaib, hingga akan berpengaruh pada raganya. Yang akhirnya tanpa sadar akankembali ke yang memanggilnya.
Selain celana dalam, uba rampe lain yang menyertai ritual tidak boleh ditinggalkan. Antara lain: kembang setaman, minyak wangi, dupa, kemenyan, serta sebutir telur ‘tembean’. Telur ‘tembean’ itu melambangkan asal muasal keadaan.
Prosesi pemanggilan.Yaitu:
Sebelum datang ke punden, seseorang harus menjalankan puasa mutih tiga hari.
Sehari menjelang dilakukanya ritual di punden, orang itu harus mandi keramas untuk membersihkan segala noda dalam jiwanya. Ritual ini bertepatan dengan weton (Hari dan pasaran) orang yang pergi aatu hilang dilahrikan.
Baca mantera yang dibaca saat ritual. Mantera dibaca bersama kepulan asap kemenyan dan sejumlah sesaji persembahan. Bunyinya :”niatingsun ngobong menyan, menyan talining iman, urubing chaya kumoro, kukuse ngambah swargo, ingkamn nampi dzat kang maha kwoso’.
Bunga setaman dan sebutir telur disiapkan dalam sebuah takir yang sebelumnya telah ditaburi minyak wangi jenis tertentu. Misalnya misik, japaron, maupun serimpi.
Selanjutnya barang pribadi dari si orang hilang, diputar-putar sebanyak tiga kali diatas asap dupa dan kemenyan seraya membaca mantera:’lemah sangar, kayu aeng, ronge landak, guone uwong, lemah miring, ojo ganggu, ewangono karepku.’ Lalu barang pribadi tersebut di celup ke air laut di bawah punden Watu Dukun. Setelah dicelup dan diangkat, lalu dipukul-pukulkan ke punden sebanyak tiga kali sambil mengucap, “balik” setiap pukulanya.
Ritual diakhiri dengan selamatan jajan pasar sepulang dari punden. Dalam selamatan tersebut perlu mengundang tetangga sekitar, minimal empat penjuru mata angin di mana rumah orang yang mengadakan ritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar